“Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia
sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati,
dan
janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki,
tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu
dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.” 1 Petrus 3:8-9
Banyak hal yang diidam-idamkan calon pengantin atas apa yang akan terjadi pada pernikahan mereka suatu saat. Banyak calon pasangan yang merasa yakin bahwa mereka pasti dapat mengatasi segala masalah yang akan datang menerpa pernikahan mereka. Mereka merasa yakin bahwa mereka telah mengenal satu sama lain dan bahkan sudah tahu keburukan masing-masing. Sehingga mereka yakin akan dapat mengatasi masalah apapun yang akan datang menerpa rumah tangganya.
Banyak hal yang diidam-idamkan calon pengantin atas apa yang akan terjadi pada pernikahan mereka suatu saat. Banyak calon pasangan yang merasa yakin bahwa mereka pasti dapat mengatasi segala masalah yang akan datang menerpa pernikahan mereka. Mereka merasa yakin bahwa mereka telah mengenal satu sama lain dan bahkan sudah tahu keburukan masing-masing. Sehingga mereka yakin akan dapat mengatasi masalah apapun yang akan datang menerpa rumah tangganya.
Tetapi
memimpikan pernikahan dan menjalani pernikahan adalah dua hal yang sangat
berbeda. Hidup bersama dengan orang yang mempunyai latar belakang berbeda akan
memunculkan masalah yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Masalah sekecil
apapun dapat menjadi masalah besar. Masalah tersebut dapat muncul dari
kebiasaan yang berbeda antar pasangan, mulai dari cara menyimpan baju, cara
menaruh handuk, cara menggosok gigi, cara mendidik anak, hingga masalah yang
lebih rumit lagi seperti masalah keuangan dan lain sebagainya.
Tidak
ada yang pernah tahu masalah apa yang akan muncul ketika kita menjalani suatu
pernikahan. Semuanya akan terjadi dengan begitu saja tanpa pernah kita sadari.
Tidak sedikit pernikahan yang gagal karena mereka tidak
menemukan jalan keluar atas masalah yang mereka hadapi. Pada akhirnya mereka
menyerah dan memutuskan untuk berpisah, karena sudah tidak ada lagi kecocokan.
Keputusan untuk berpisah/bercerai tentunya bertentangan
dengan Firman Tuhan. Apa yang telah dipersatukan oleh Tuhan tidak dapat
dipisahkan oleh manusia.
“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena
itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Matius
19:6
Terima ayat Alkitab melalui Facebook. Ayo gabung dengan
lebih dari 32.000 member di Facebook Page Pelita Hidup. Klik like berikut ini:
Lalu bagaimana caranya agar pernikahan dapat berlanjut
hingga ajal memisahkan? Bagaimana caranya agar masalah-masalah yang timbul
dapat diselesaikan dengan baik? Bagaimana agar pertengkaran dapat dikurangi
atau bahkan dihindarkan?
Firman Tuhan mengajarkan tiga rahasia utama bagi pernikahan
agar dapat harmonis dan bertahan dalam menghadapi berbagai masalah:
.
1. Isteri tunduk kepada suami
“Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada
suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka
juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat,
bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu.” 1 Petrus 3:1-2
Isteri harus mengerti posisinya dalam pernikahan.
Sebagaimana jemaat yang tunduk kepada Kristus, yang adalah kepala, maka isteri
harus tunduk kepada suami yang merupakan kepala rumah tangga. Posisi ini tidak
boleh dibalik, karena tidak mungkin Kristus tunduk kepada jemaat. Oleh karena
itu Firman Tuhan dengan tegas mengatakan agar isteri tunduk kepada suaminya.
Bagi yang memiliki suami yang takut akan Tuhan, tentunya
menerapkan hal ini tidak seberat jika suaminya belum mengenal Tuhan. Tetapi
dalam kondisi apapun sang suami, entah dia bersikap baik ataupun buruk, isteri
harus tetap belajar untuk tunduk kepada suaminya.
Sikap suami yang buruk tidak perlu dilawan dengan emosi,
karena hal ini tidak akan menyelesaikan masalah. Masalah justru akan bertambah
runcing jika dihadapi dengan emosi.
Sikap sabar dan lemah-lembut harus dipraktekkan oleh isteri
dalam menghadapi sikap suami yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan. Dengan
sikap lemah-lembut inilah Roh Tuhan akan bekerja menjamah hati suami. Tidak ada
cara yang paling ampuh selain cara Tuhan dalam memenangkan hati suami.
Sudah cukup banyak kesaksian yang menyatakan bahwa para
suami akhirnya berubah total setelah melihat isteri mereka bersikap sabar dan
lemah lembut dalam menghadapi kekasaran mereka. Banyak suami yang diubahkan
ketika isteri mempraktekkan Firman Tuhan ini..
2. Suami menghormati isteri
“Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana
dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman
pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.” 1
Petrus 3:7
Menjadi suami bukan suatu tugas yang mudah. Suami harus
dapat menjadi kepala bagi pernikahan/rumah tangga-nya. Suami harus dapat
menjadi pimpinan bagi keluarganya dan memberi teladan yang baik bagi anggota
keluarganya.
Tetapi seringkali tanggung jawab yang besar ini sering
membuat suami meremehkan isterinya. Suami sering beranggapan bahwa
pendapatnya-lah yang benar dan tidak pernah mempedulikan pendapat isterinya.
Sikap seperti ini dapat melukai hati sang isteri. Selain itu juga dapat menjadi
pemicu pertengkaran dalam rumah tangga.
Pada waktu Tuhan menciptakan Hawa untuk menjadi pendamping
manusia pertama yaitu Adam, Tuhan mengambil tulang rusuknya Adam. Tuhan menciptakan
penolong yang sepadan, bukan lebih rendah martabatnya.
“TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu
seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan
dia.” ” Kejadian 2:18
Suami harus mengerti bahwa jika Tuhan telah menyatukan
mereka dalam suatu pernikahan, maka Tuhan telah menjadikan mereka satu dan
bukan dua lagi. Oleh karena itu suami harus menghormati isterinya sendiri
sebagaimana dia menghormati dirinya sendiri.
Suami harus belajar mendengar dan menghargai pendapat
isterinya. Suami yang mau menghormati isterinya dengan cara demikian akan
mendapati bahwa Tuhan berkenan atas rumah tangga mereka. Tuhan akan memberi
keharmonisan bagi pernikahan mereka.
3. Bersehati
“Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan,
mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati,
dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci
maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena
untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.” 1 Petrus 3:8-9
Kesehatian adalah kunci utama bagi rumah tangga agar dapat
diberkati oleh Tuhan. Saat isteri sudah tunduk kepada suami dan suaminya
menghormati isterinya sebagai pasangannya yang sepadan, maka mereka harus
selalu sepakat dalam keadaan apapun yang mereka hadapi.
*courtesy of PelitaHidup.com
Begitu banyak masalah yang membuat suami dan isteri harus
mengambil keputusan. Tidak jarang pula ada perbedaan pendapat dalam pengambilan
keputusan. Apapun yang menjadi keputusan akhir, suami dan isteri harus
sama-sama sepakat di dalamnya. Jika salah satu tidak mendukung keputusan yang
diambil, maka hal itu merupakan awal terjadinya masalah yang lebih besar lagi.
Dukunglah pasangan masing-masing. Tidak ada ruginya jika
salah satu mau mengalah. Justru di saat ada kesehatian, Tuhan akan memberkati
rumah tangga kita. Haleluya!
“Hai isteri,
tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala
isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan
tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah
isteri kepada suami dalam segala sesuatu.
Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah
mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya,
sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya
dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang
tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan
tidak bercela.
Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti
tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.
Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota
tubuh-Nya.” Efesus 5:22-30